Pages

Monday, September 2, 2019

HIKAYAT 1001 MALAM EPISOD 21-25...

Ramai yang ternanti-nanti akan sambungannya setelah lama terhenti penceritaannya akibat kesibukan masa. Untuk mengikuti kisah seterusnya bacalah di episod 21 - 25.  

EPISOD 21 : IKAN-IKAN YANG BERBICARA DI DALAM KUALI  

Malam berikutnya, ketika sang raja telah bermesra dengan Syahrazad, Dinarzad berkata, "Kak, jika engkau belum mengantuk, ceritakan kepada kami salah satu ceritamu yang indah untuk mengisi malam." Sang raja menambahkan, "Hendaklah itu kelanjutan dari kisah nelayan, jin dan raja." Syahrazad menyahut, "Dengan senang hati." 

Hamba mendengar, wahai sang Raja, ketika nelayan itu menunjukkan ikan-ikan tersebut kepada raja, dan raja memandangi ikan yang berwarna-warni itu dengan penuh kehairanan, dia mengambil salah seekor ikan itu dengan tangannya dan memperhatikannya dengan penuh perasaan takjub. Lalu dia berkata kepada wazirnya, "Bawalah mereka kepada tukang masak yang dihadiahkan kaisar Byzantium pada kita." 

Wazir itu mengambil ikan tersebut dan membawanya kepada gadis tukang masak itu seraya berkata, "Nak, sebagaimana kata pepatah, 'Kusimpan air mataku untuk masa cubaan.' Sang raja telah diserahi keempat ikan ini, dan dia menitahkanmu agar menggorengnya dengan baik." 

Lalu wazir itu kembali melapor kepada raja, dan raja memerintahkannya untuk memberi si nelayan empat ratus dirham. Wazir itu menyerahkan wang tersebut kepada si nelayan, yang setelah menerimanya, mengumpulkannya di dalam lipatan bajunya dan pergi, berlari. Sementara dia berlari itu, kerapkali dia tersandung dan berkali-kali jatuh dan bangun lagi, kerana menyangka bahawa dia sedang bermimpi. Kemudian dia berhenti dan membeli beberapa keperluan untuk keluarganya. 

Demikianlah kisah tentang si nelayan, wahai sang Raja. Sementara itu si gadis menyisiki ikan-ikan tersebut, mencucinya dan memotong-motongnya. Lalu dia meletakkan kuali di atas api dan menuangkan minyak wijen. Ketika minyak itu mulai mendidih, dia memasukkan ikan itu ke kuali. Ketika potongan-potongan ikan itu mulai matang, dia membolak-balikkannya. Tetapi baru saja dia melakukan hal itu, tiba-tiba tembok dapur terbelah dan muncul seorang gadis dengan tubuh yang indah, pipi yang halus, wajah yang cantik, dan sepasang mata berwarna gelap. Gadis itu memakai baju berlengan pendek fesyen Mesir, yang seluruhnya dihiasi oleh renda-renda dan bunga-bunga emas. Telinganya memakai subang yang berkilau; pergelangan tangannya memakai gelang manakala tangannya memegang sebuah tongkat sihir dari buluh. Gadis itu memasukkan tongkatnya ke dalam kuali dan berbicara dalam bahasa Arab yang jelas, "Wahai ikan....wahai ikan....sudahkah engkau menepati janjimu?" 

Ketika tukang masak itu menyaksikan apa yang terjadi, dia pengsan. Lalu si gadis mengulangi apa yang telah yang dikatakannya. Sementara itu ikan-ikan tersebut mengangkat kepalanya dari kuali dan menjawab dalam bahasa Arab yang jelas, "Ya, ya. Jika engkau kembali, kami akan kembali; jika engkau menepati janjimu, kami akan menepati janji kami; dan jika engkaii meninggalkan kami, kami pun akan berbuat demikian." 

Pada saat itu si gadis membalikkan kuali dan menghilang sebagaimana dia datang, dan dinding dapur pun tertutup kembali. Ketika tukang masak itu mulai tersedar dari pengsannya, dia melihat ikan-ikan itu telah hangus. Dia menyesali dirinya sendiri dan takut kepada sang raja. Sementara dia memarahi dirinya sendiri,wazir itu tiba-tiba berdiri di hadapannya seraya berkata, 

"Berikan padaku ikan-ikan itu, sebab kami telah menghiasi meja makan untuk raja, dan dia sedang menunggu ikan-ikan itu." 

Gadis itu meratap dan mengatakan kepada wazir apa yang dilihat dan disaksikannya dan apa yang terjadi pada ikan-ikan itu. Wazir itu sangat hairan dan berkata, "Ini aneh sekali." Lalu dia menyuruh seorang pengawal untuk menjemput si nelayan. Tak lama kemudian dia kembali bersama nelayan itu. Wazir berteriak padanya, "Bawakan kami segera empat ekor ikan lagi seperti yang kamu bawa kepada kami sebelumnya, sebab baru saja terjadi kecelakaan dengan ikan-ikan itu." 

Dengan diiringi ancaman, si nelayan pulang dan, setelah mengambil peralatan menjalanya, pergi keluar kota, mendaki gunung dan masuk ke hutan belantara. Ketika dia tiba di tasik, dia menebarkan jalanya. Ketika dia menariknya, dia mendapatkan empat ekor ikan di dalamnya, seperti yang dialaminya pertama kali. Lalu dia membawanya kembali kepada wazir itu, dan wazir itu menyerahkannya kepada si gadis tukang masak sambil berkata, "Gorenglah ikan-ikan ini di hadapanku, sehingga aku dapat melihatnya sendiri." 

Gadis tukang masak itu segera menyiangi ikan-ikan tersebut, meletakkan kuali di atas api, dan memasukkan ikan-ikan itu ke dalamnya. Ketika ikan-ikan itu matang, dinding dapur tiba-tiba terbelah lagi, dan gadis itu muncul dalam pakaiannya yang anggun, memakai kalung dan permata manakala di tangannya memegang tongkat sihir dari buluh. Gadis itu menyucukkan tongkatnya ke kuali sambil berkata dalam bahasa Arab yang jelas, "Wahai ikan, sudahkah engkau menepati janjimu?" 

Ikan-ikan itu mengangkat kepalanya dan menjawab, "Ya, ya. Jika engkau kembali, kami akan kembali; jika engkau menepati janjimu, kami akan menepati janji kami; dan jika engkau meninggalkan kami, kami pun akan berbuat demikian...." 

**********************************************

EPISOD 22 : MISTERI IKAN-IKAN DI SEBUAH TASIK 

Tetapi fajar menyingsing, dan Syahrazad menghentikan ceritanya. Lalu Dinarzad berkata, "Alangkah menghairankan kisah itu!" Syahrazad menyahut, "Besok ceritanya lebih aneh lagi." 

Malam berikutnya, ketika sang raja telah bermesra dengan Syahrazad, Dinarzad berkata, "Kak, jika engkau belum mengantuk, ceritakan kepada kami salah satu ceritamu yang indah untuk mengisi malam." Syahrazad menyahut, "Dengan senang hati." 

Hamba mendengar, wahai Raja yang bahagia, setelah ikan-ikan itu berbicara, gadis itu membalik kuali dengan tongkatnya dan menghilang ke dalam tembok dari mana sebelumnya dia muncul, sedangkan dinding itu tertutup semula. 

Wazir itu berkata kepada dirinya sendiri, "Aku tidak dapat lagi menyembunyikan kejadian ini dari raja." 

Sang wazir segera pergi menjumpai raja dan menceritakan kepadanya apa yang terjadi pada ikan-ikan itu di depan matanya sendiri. Sang raja merasa sangat takjub dan berkata, "Aku ingin melihatnya dengan mataku sendiri." Lalu dia menitahkan untuk memanggil si nelayan, yang datang tidak lama kemudian. Sang raja berkata kepadanya, "Aku ingin engkau membawakan segera empat ekor ikan seperti yang engkau bawa sebelumnya. Cepat!” Lalu dia memerintahkan empat pengawal untuk menjaga si nelayan dan menyuruhnya pergi. 

Nelayan itu pun dan tak lama kemudian muncul dengan empat ekor ikan; ada yang berwarna merah, putih, biru dan kuning. Raja memerintahkan, "Beri dia empat ratus dirham." 

Si nelayan menerima wang itu, mengumpulkannya di lipatan bajunya dan pergi. Lalu raja berkata kepada wazir, "Goreng ikan itu di sini di hadapanku." 

Wazir itu menjawab, "Hamba mendengar, dan hamba patuh." Wazir itu segera mengambil kuali dan duduk membersihkan ikan- ikan itu. Lalu dia menyalakan api dan, setelah menuang minyak wijen, memasukkan ikan-ikan itu di kuali. Ketika ikan-ikan itu hampir matang tiba-tiba dinding istana terbelah, dan sang raja beserta wazirnya mulai gementar, dan ketika mereka memandang ke atas, mereka melihat seorang hamba hitam yang berdiri bagaikan gunung yang tinggi atau seorang keturunan raksaksa. 

Tubuhnya setinggi buluh, selebar meja, dan dia memegang selembar daun palem hijau di tangannya. Lalu dengan bahasa yang jelas tetapi tidak menyenangkan, dia berkata, "Wahai ikan....wahai ikan....sudahkan kalian menepati janjimu?" 

Ikan-ikan itu mengangkat kepalanya dari kuali dan berkata, "Ya, ya. Jika engkau kembali, kami akan kembali; jika engkau menepati janjimu, kami akan menepati janji kami; dan jika engkau meninggalkan kami, kami pun akan berbuat demikian." 

Pada saat itu, si hamba hitam membalik kuali, dan ikan-ikan itu segera berubah menjadi batu bara. Lalu hamba hitam itu pergi seperti ketika ia muncul, dan dinding itu tertutup kembali. Ketika hamba hitam itu lenyap, raja berkata, "Aku tidak akan dapat tidur memikirkan masalah ini, sebab pasti ada rahsia di sebalik ikan- ikan ini." 

Lalu dia menitahkan nelayan itu dibawa menghadapnya. Ketika nelayan itu tiba, raja berkata kepadanya, "Di mana engkau menangkap ikan-ikan ini?" 

Nelayan itu menjawab, "Tuanku, hamba menangkapnya di sebuah tasik yang terletak di antara empat bukit, di dekat sebuah gunung." 

Raja berpaling kepada wazirnya, "Tahukah engkau tentang tasik itu?" 

Wazir menjawab, "Tidak, demi Tuhan. Selama enam puluh tahun, hamba telah berburu dan menjelajah kesana-kemari, kadang- kadang selama sehari atau dua hari, kadang-kadang selama sebulan atau dua bulan, tetapi hamba belum pernah melihat atau mengetahui bahawa tasik itu ada di dekat sebuah gunung." 

Lalu raja berpaling kepada si nelayan dan bertanya kepadanya. "Berapa jauh tasik itu dari sini?" 

Jawab nelayan, "Wahai Raja, tasik itu sejauh satu jam dari sini." 

Sang raja sangat hairan, dan dia memerintahkan para pengawalnya agar bersiap-siap untuk berangkat ke tasik itu. Lalu dia menaiki kuda bersama pasukannya, di belakang nelayan itu, yang menjadi petunjuk jalan. Mereka menaiki kuda sehingga mereka tiba di luar kota. Lalu mereka mendaki gunung, dan ketika mereka sampai di dekat sebuah gunung, mereka melihat hutan belantara yang belum pernah mereka saksikan sepanjang hidup mereka, begitu pula keempat bukit dan tasik yang dalam kejernihan airnya. Mereka melihat ikan-ikan dalam empat warna; merah, putih, biru, dan kuning. Sang raja berdiri terhairan-hairan; lalu dia berpaling kepada wazirnya, para pangeran dan para pengawal seraya bertanya, "Adakah di antara kalian yang pernah melihat tasik ini sebelumnya?" 

Mereka menjawab, "Tidak." 

Raja bertanya lagi, "Dan tak seorang pun di antara kalian mengetahui di mana letaknya?" 

Mereka mencium tanah di hadapan sang raja sambil menjawab, "Demi Tuhan, sepanjang hidup kami sampai sekarang kami belum pernah melihat tasik ini atau mengetahui tentangnya meskipun tempatnya dekat dengan kota kami." 

Raja berkata, "Ada suatu rahsia di sebalik semua ini. Demi Tuhanku aku tidak akan kembali ke kota sehingga aku memperolehi jawaban dari rahsia di sebalik tasik ini dan ikan-ikan dengan empat warna ini." Lalu dia memerintahkan para pengawalnya untuk berhenti dan mendirikan khemah-khemah. Raja turun dari kudanya dan menunggu. Ketika hari gelap, dia memanggil wazirnya, seorang yang sangat berpengalaman dan bijaksana. Wazir itu mendatangi sang raja, tanpa terlihat oleh para perajurit. Ketika dia tiba, sang raja berkata, "Aku ingin mengatakan kepadamu apa yang ingin kulakukan. Pada saat ini juga, aku akan pergi sendirian untuk mencari jawaban dari rahsia tasik dan ikan- ikan ini. Esok pagi-pagi benar engkau harus duduk di pintu khemahku dan mengatakan kepada para pangeran bahwa raja sedang sakit dan bahawa dia telah memerintahkan padamu untuk tidak mengizinkan sesiapa pun menjenguknya. Engkau tidak boleh membiarkan sesiapa pun mengetahui tentang kepergianku dan ketiadaanku di sini, dan engkau harus menungguku selama tiga hari." 

Wazir itu, yang tidak mampu menolak perintah tersebut, mematuhinya, sambil berkata, "Hamba mendengar dan patuh." 

Lalu raja berkemas, mempersiapkan dirinya, membawa bekalan secukupnya dan menyandang pedang kerajaan. Dia mendaki salah satu bukit itu, dan ketika dia mencapai puncak, dia meneruskan perjalanannya sepanjang malam itu. Pagi harinya, ketika matahari terbit dan menyinari puncak gunung dengan cahayanya, sang raja melihat sesuatu dari kejauhan, seakan-akan serombongan manusia. Ketika dia melihatnya, dia menjadi gembira dan terus berjalan ke arah rombongan itu sambil berkata kepada dirinya sendiri, "Mungkin di sana ada seseorang yang dapat memberiku keterangan." 

Sang raja meneruskan perjalanannya. Ketika dia tiba, dia mendapati sebuah istana yang megah dan besar, yang dibina dengan bebatuan hitam dan sepenuhnya dilapisi dengan besi. Istana itu mempunyai dua pintu, yang satu terbuka, yang satu tertutup. Merasa senang, sang raja mengetuk pintu itu perlahan-lahan dan menunggu sebentar dengan sabar, tetapi ia tidak mendengar adanya jawaban. Dia mengetuk lagi, kali ini lebih keras, tetapi tiada jawaban atau melihat tanda-tanda adanya orang. Dia mengetuk untuk ketiga kalinya dengan ketukan yang berulang-ulang, tetapi tetap tiada terdengar jawaban atau melihat seseorang. Akhirnya sang raja berkata kepada dirinya sendiri, "Tak dinafikan lagi, memang tidak ada orang di dalamnya, atau barangkali istana ini telah ditinggakan pemiliknya." Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya, dia masuk dan berteriak dari lorong istana, "Wahai penghuni istana, aku adalah seorang asing dan pengembara yang kelaparan. Apakah engkau mempunyai makanan? Tuhan kami akan membalasmu dan memberimu imbalan untuk itu." 

Sang raja berteriak untuk kedua dan ketiga kalinya tetapi tetap tidak mendengar jawaban. Kerana merasa cukup berani dan yakin dia maju terus menuju ke ruangan besar istana dan melihat ke sekeliling, tetapi tidak melihat sesiapapun.... 

Tetapi fajar menyingsing, dan Syahrazad menghentikan ceritanya. Lalu Dinarzad berkata, "Kak, alangkah aneh dan menariknya kisah itu!" Syahrazad menyahut, "Ini belum apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang akan kuceritakan kepadamu esok malam, jika aku masih hidup, atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa." 

*******************************************

EPISOD 23 : MISTERI SEORANG PEMUDA DI DALAM ISTANA 

Malam berikutnya, ketika sang raja telah bermesra dengan Syahrazad, Dinarzad berkata, "Kak, jika engkau belum mengantuk, ceritakan kepada kami salah satu ceritamu yang indah untuk mengisi malam." Syahrazad menyahut, 'Dengan senang hati." 

hamba mendengar, wahai sang Raja yang bijaksana, bahawa raja itu berjalan menuju ke ruangan pusat istana dan melihat Ke sekeliling, tetapi tidak melihat sesiapa pun. Istana itu dihiasi dengan permadani-permadani sutera dan akar-akar kulit serta gorden-gorden yang bergantungan. Di situ juga terdapat bangku-bangku untuk duduk, meja-meja dan kerusi-kerusi dengan bantal-bantalnya, juga lemari-lemari. Di tengahnya terbentanglah halaman yang luas, dikelilingi oleh empat halaman yang saling berhadapan. Di tengah-tengahnya terdapat sebuah air mancur, yang di atasnya meringkuk empat ekor patung singa dari emas merah, mengeluarkan air dari mulutnya dalam bentuk titisan-titisan yang nampak bagaikan permata dan mutiara, dan di sekitar air mancur itu burung-burung bernyanyi mengibas-ngibaskan sayapnya di bawah jaring yang tinggi untuk mencegah mereka agar tidak terbang dan keluar dari istana itu. 

Ketika sang raja melihat semua pemandangan yang indah mempesona ini, tanpa melihat seorang pun, dia merasa hairan dan menyesal karena tidak menjumpai seorang pun yang dapat memberinya keterangan. Dia duduk termenung di dekat salah satu halaman istana itu. Tetapi tiba-tiba dia mendengar satu suara dan ratapan-ratapan yang menyedihkan dan syair-syair duka berikut ini: 

Jiwaku terbelah antara bahaya dan kerja keras; 
Wahai kehidupan, 
bunuhlah aku dengan satu pukulan keras. 
Kekasih, bukan orang miskin, 
bukan pula orang terhormat 
Dihinakan oleh hukum cinta 
yang menunjukkan belas kasihan. 
Bahkan dari angin yang dengan iri hati 
kugunakan menjagamu, 
Hanya kerana badai nasib, mata yang buta itu pergi. 
Saat, ketika menarik untuk menembak, 
tali busur itu putus 
Apa yang dapat dilakukan pemanah menghadapi musuhnya? 
Dan ketika musuh-musuh itu mulai berkumpul 
Bagaimana dia dapat terbebas dari takdirnya yang kejam? 

Ketika sang raja mendengar ratapan dan syair itu, dia bangkit dan bergerak menuju sumber suara hingga dia tiba ke sebuah pintu di balik gorden. Ketika dia mengangkat kain gorden itu, dia melihat di hujung ruangan yang lebih tinggi seorang pemuda duduk di atas kerusi yang tergantung sekitar dua puluh inci dari lantai. Dia seorang pemuda yang tampan, dengan tubuh sempurna, suara jernih, kening bercahaya, wajah cerah, janggut berbulu halus dan pipi kemerah-merahan yang dihiasi dengan satu tahi lalat bagaikan sebuah bintik di tengah warna kuning gading, sebagaimana dilukiskan oleh Seorang penyair: 

Inilah seorang pemuda ramping 
yang rambut dan wajahnya 
diselimuti semua makhluk hidup 
dengan cahaya atau kesuraman. 
Nampak di pipinya tanda pemikat atau kurnia, 
Sebuah titik gelap di atas bunga-bintang merah. 

Sang raja menegur pemuda yang sedang duduk itu, merasa senang berjumpa dengannya. Pemuda itu memakai baju berlengan panjang dari sutera Mesir dengan sulaman emas, dan di atas kepalanya dia memakai topi Mesir berbentuk kerucut, tetapi wajahnya menunjukkan tanda-tanda kedukaan dan kesedihan. Ketika sang raja menyalaminya, pemuda itu membalas salamnya dengan sopan dan berkata, "Maafkan saya tuan, kerana tidak berdiri, sebab tuan sesungguhnya wajar menerima penghormatan lebih besar." 

Raja menjawab, "Anak muda, engkau kumaafkan. Aku sendiri menjadi tamumu, yang datang kepadamu karena adanya tugas penting. Tolong katakan padaku kisah di sebalik tasik dan ikan berwarna-warni itu, juga istana ini dan siapa sebenarnya engkau yang duduk sendirian dan berduka tanpa ada seseorang yang menghibur." 

Ketika pemuda itu mendengarnya, air matanya mulai mengalir di atas pipinya hingga membasahi dadanya. Lalu dia menyanyikan sajak Mawwaliya (Puisi dalam bahasa sehari-hari,sering dinyanyikan dengan iringan seruling bambu) berikut ini: 

Katakan pada orang yang hidupnya tertembak panah, 
"Betapa banyak orang merasakan hentaman nasib!" 
Jika engkau tidur, mata Tuhan tidak; 
Siapa dapat mengatakan masa itu adil 
dan kehidupan selalu tetap? 

Kemudian pemuda itu meratap dengan sedih. Sang raja menjadi sangat hairan dan bertanya, "Anak muda, mengapa engkau menangis?" 

Pemuda itu menjawab, "Tuan, bagaimana saya dapat menahan diri untuk tidak menangis dalam keadaan seperti sekarang ini?" Lalu dia mengangkat sarung bajunya, dan sang raja melihat dengan terkejut: separuh tubuh pemuda itu, mulai dari pusat hingga kepala, terdiri atas darah daging manusia. Tetapi separuh yang lain, mulai dari pusat hingga mata kaki, berupa batu hitam.... 

Tetapi fajar menyingsing, dan Syahrazad menghentikan ceritanya. Lalu Raja Syahrayar berkata kepada dirinya sendiri, "Ini adalah kisah yang menakjubkan. Aku rela menunda hukuman mati ke atasnya hingga dia menyelesaikan seluruh ceritanya." Sementara sang raja berbicara dengan dirinya sendiri, Dinarzad berkata kepada kakaknya Syahrazad, "Kak, sungguh menarik kisah itu! "Syahrazad menyahut, "Ini belum apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang akan kuceritakan kepadamu esok malam, jika aku masih hidup, atas kehendak Tuhan!" 

******************************************

EPISOD 24 : KISAH RAJA YANG TERKENA SIHIR 

Malam berikutnya, ketika sang raja telah bermesra dengan Syahrazad, Dinarzad berkata, "Kak, jika engkau belum mengantuk, ceritakan kepada kami salah satu ceritamu yang indah untuk mengisi malam." Sang raja menambahkan, "Hendaklah itu kelanjutan dari kisah misteri ikan dan pemuda di dalam istana itu." Syahrazad menyahut, "Dengan senang hati." 

Hamba mendengar, wahai sang Raja, ketika raja itu melihat pemuda tersebut mengalami keadaan ini, dia merasa sangat sedih dan kasihan padanya, lalu berkata sambil mengeluh, "Anak muda, engkau telah menambah satu kesusahan lagi pada kesusahan-kesusahanku. Aku datang untuk mencari jawaban bagi rahsia ikan-ikan itu. Tetapi kini aku bertemu pula dengan satu lagi masalah. Tidak ada kekuatan dan kekuasaan kecuali di tangan Tuhan Yang Maha Besar, Yang Maha Agung. Cepatlah, wahai anak muda, ceritakan kisahmu." 

Pemuda itu menjawab, "Persiapkanlah telinga, mata dan fikiran tuan." 

Sang raja menjawab, "Telingaku, mataku, dan fikiranku telah siap." 

Pemuda itu berkata: Kisahku dan kisah ikan-ikan itu, adalah kisah yang aneh dan menghairankan, yang jika ia dapat dilukiskan dengan jarum-jarum di sudut mata (Maksudnya, jika seorang ahli kaligrafi dapat melukiskan seluruh kisah itu di sudut sebuah mata, maka tulisan itu akan dapat dibaca sebagai keanehan-keanehan, pertama karena peristiwa-penstiwa aneh dalam kisah itu, yang kedua karena nilai seninya yang luar biasa.) akan menjadi suatu pelajaran bagi mereka yang mahu merenungkannya. Tuanku, ayahku adalah raja di kota ini. Dia bernama Raja Mahmud dari Kepulauan Hitam. Keempat-empat bukit ini sebelumnya adalah sebuah kepulauan. Dia memerintah selama tujuh puluh tahun, dan ketika dia meninggal, aku menggantikannya dan kemudian aku menikah dengan saudara sepupuku. Dia sangat mencintaiku, hingga jika aku berada jauh darinya meskipun hanya untuk sehari, dia tidak mahu makan dan minum sampai aku kembali kepadanya. 

Dengan cara beginilah kami hidup selama lima tahun hingga suatu hari dia pergi ke bilik mandi dan aku memerintahkan tukang masak untuk memanggang daging dan mempersiapkan makan malam yang mewah untuknya. Lalu aku memasuki istana ini, berbaring di tempat yang tuan duduki sekarang. Aku memerintahkan dua orang pelayan wanita untuk duduk, yang seorang di kepalaku dan yang seorang lagi di kakiku, untuk mengipasiku. Tetapi aku merasa resah dan tidak dapat tidur. Sementara aku berbaring dengan mata tertutup, bernafas dengan berat, kudengar gadis yang duduk di dekat kepalaku berkata kepada kawannya yang duduk di dekat kakiku, "Wahai Mas'uda, sungguh malang nasib tuan kita dengan isterinya yang celaka itu, sedangkan dia masih sangat muda!" Gadis yang seorang lagi menyahut, "Apa yang dapat kita katakan? Semoga Tuhan mengutuk semua wanita pengkhianat dan penzina. Sayang sekali, tidak wajarlah seorang pemuda seperti tuan kita ini hidup bersama anjing betina itu yang setiap malam selalu keluar." 

Mas'uda menambahkan, "Apakah tuan kita bodoh? Ketika dia bangun pada malam hari tidakkah dia mengetahui isterinya tidak berada di sampingnya." 

Gadis yang seorang lagi menyahut, "Sayang sekali, semoga Tuhan menghukum si anjing betina, isteri tuan kita itu. Apakah dia meninggalkan tuan kita dengan orang-orang jenaka di sekelilingnya? Tidak. Dia memasukkan ubat tidur ke dalam minuman terakhir yang diminumnya, menawarkan pada suaminya cangkir itu, dan ketika dia meminumnya, dia akan tertidur bagaikan orang mati. Lalu ditinggalkannya suaminya yang sedang tertidur dan keluar hingga ke pagi. Ketika dia kembali, dia membakar Kemenyan di bawah hidung suaminya. Ketika dihirupnya bau kemenyan itu, dia pun terbangun. Sungguh kasihan!" 

Wahai raja, ketika aku mendengar percakapan antara kedua pelayan itu, aku merasa sangat marah dan tak sabar menunggu datangnya malam. Ketika isteriku kembali dari bilik mandi, makanan untuk kami telah pun disediakan tetapi kami hanya makan sedikit. Lalu kami rehat di tempat tidurku dan aku berpura-pura meminum isi cangkir yang telah diletakkan ubat oleh isteriku itu, yang kemudian kubuang, dan pergi tidur. Baru saja aku merebahkan diri, isteriku berkata, "Pergilah tidur, semoga engkau tidak pernah bangun lagi. Demi Tuhan, aku bosan melihatmu dan aku bosan berada bersamamu." Lalu dia memakai pakaian yang cantik, mengharumkan dirinya dengan kemenyan bakar dan mengambil pedangku, lalu membuka pintu dan berjalan keluar. 

Wahai raja, aku pun bangun.... 

Tetapi fajar menyingsing, dan Syahrazad menghentikan ceritanya. Lalu Dinarzad berkata, "Alangkah aneh dan menariknya kisah itu!" Syahrazad menyahut, "Ini belum apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang akan kuceritakan kepadamu esok malam!" 

*******************************************

EPISOD 25 : LELAKI TUA BERKULIT HITAM 

Malam berikutnya Dinarzad berkata kepada kakaknya Syahrazad, "Kak, jika engkau belum mengantuk, ceritakan kepada kami salah satu ceritamu yang indah. "Syahrazad menyahut, "Dengan senang hati." 

Di kisahkan, wahai Raja, pemuda yang tersihir itu berkata kepada sang raja: Lalu aku mengikutinya, ketika dia meninggalkan istana dan kotaku hingga dia berdiri di pintu gerbang sebuah kota. Di situ dia mengucapkan kata-kata yang tidak kufahami, tiba-tiba kunci pintu gerbang kota itu jatuh dan pintu gerbang segera terbuka. Dia masuk, dan aku mengikutinya hingga dia melalui sebuah longgokan sampah dan tiba di sebuah rumah yang dibina dari daun-daun palam, yang menuju ke sebuah bangunan berkubah yang terbuat dari batu-bata. Setelah dia masuk, aku memanjat puncak kubah. Ketika aku melihat ke dalam, kulihat isteriku berdiri di hadapan seorang lelaki berkulit hitam yang sudah tua sekali, yang sedang duduk di atas rumput dan berpakaian koyak-rabak. Isteriku mencium tanah di hadapan lelaki tua itu. Lelaki itu segera mengangkat kepala dan berkata, "Jahanam, mengapa engkau terlambat? Saudara-saudara sepupuku yang berkulit hitam ada di sini. Mereka bermain dengan alat pemukul dan bola, bernyanyi, dan minum minuman keras. Mereka bersenang-senang, masing-masing dengan gadisnya, kecuali aku sendiri, sebab aku tidak mahu minum bersama mereka karena engkau tidak hadir." 

Isteriku menyahut, "Wahai tuan dan kekasihku, tidakkah engkau tahu bahwa aku menikah dengan saudara sepupuku, yang membuatku paling menjijikkan dan paling membosankan. Jika bukan demi engkau, aku tidak akan membiarkan matahari terbit sebelum membuat kotanya menjadi reruntuhan, tempat tinggal bagi beruang dan serigala, di mana burung hantu berseru dan burung gagak menjerit, dan akan melemparkan batu-batunya melintasi gunung-gunung." 

Lelaki hitam itu menyahut, "Jahanam, engkau berdusta. Aku bersumpah demi nama kesatria hitam yang segelap malam, jika saudara-saudara sepupuku mengunjungiku dan engkau tidak dapat hadir, aku tidak akan pernah bersahabat denganmu, berbaring bersamamu, atau membiarkan tubuhku menyentuh tubuhmu. Engkau perempuan terkutuk, engkau telah mempermainkan aku seperti sebuah batu, dan aku menyerah pada perangaimu, engkau wanita terkutuk yang busuk." 

Tuanku, ketika aku mendengar percakapan mereka, dunia mulai berubah menjadi hitam di depan mataku, dan aku kehilangan akal. Lalu kudengar isteriku menangis dan memohon ampun, Wahai kekasihku dan dambaan hatiku, jika engkau tetap marah padaku, siapa lagi yang aku miliki, dan jika engkau mengeluarkan ku, siapa yang akan membawaku masuk, wahai tuanku, cintaku, dan cahaya mataku?" 

Dia terus menangis dan meminta-minta hingga lelaki hitam itu tenang kembali. Kemudian, dengan gembira, isteriku terlepaskan pakaian luarnya dan bertanya, "Tuanku, apakah engkau mempunyai sesuatu untuk dimakan gadis kecilmu?" 

Lelaki hitam itu berkata, "Bukalah baldi tembaga itu," dan tika isteriku membuka tutupnya, dia menemukan sisa-sisa tulang belulang tikus goreng. Setelah dia memakannya, lelaki itu berkata padanya, "Ada sedikit minuman keras tersisa dalam kendi itu. boleh meminumnya." Dia meminum minuman keras itu dan membasuh tangannya sambil berbaring di samping lelaki hitam di atas tilam rumput itu. Lalu dia melepaskan seluruh pakaiannya dan menikmati kemesraan bersama lelaki tua itu. 

Melihat itu, aku terus meluncur turun dari puncak kubah dan setelah masuk melalui pintu, menyambar pedang yang dibawa isteriku, menariknya keluar dengan maksud untuk membunuh kedua orang itu. Mula-mula kutebas leher lelaki hitam itu dan kusangka aku telah membunuhnya.... 

Tetapi fajar menyingsing, dan Syahrazad menghentikan ceritanya. Lalu Dinarzad berkata, "Kak, sungguh menakjubkan kisah itu!" Syahrazad menyahut, "esok malam aku akan menceritakan kepadamu suatu yang lebih menarik lagi."

4 comments:

  1. Ada sambungan lg cerita ni... makin baca makin berdebar2... dah mcm raja syahrayan yg dgr cerita plak...

    ReplyDelete
  2. In Shaa Allah saya akan sambung kisah ini hingga episod ke akhirnya. Terima kasih kerana saudara/saudari sudi membaca kisah ini.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete