Wednesday, June 27, 2012

ABU HANIFAH MENANGKIS SERANGAN PARA ATHEIS...


Pada waktu Abu Hanifah sedang berguru kepada Sheikh Hamad, ia pernah bermimpi melihat seekor babi ingin mengukir batang pohon, lalu cabang pohon itu menundukkan rantingnya dan memukul babi itu dengan pukulan yang keras sehingga ia lari dan menjerit-jerit kesakitan.

Abu Hanifah ra lalu pergi menemui gurunya dan menceritakan mimpinya itu. Ternyata gurunya sedang sedih. Maka ia bertanya kepada gurunya, “Apa yang menyebabkan engkau bersedih hati, wahai Sheikh Hamad?”
Sheikh Hamad menjawab, “Ada beberapa orang atheis datang menemui raja negeri ini yang menyatakan keyakinannya bahawa alam semesta ini terjadi dengan sendirinya tanpa diciptakan oleh Allah.  Lalu raja memerintahkan kepadaku agar aku mengirimkan para ahli yang dapat menjelaskan permasalahannya kepada mereka, apakah alam ini mempunyai Tuhan atau tidak. Kami sudah bersepakat akan mengadakan perdebatan di suatu tempat tertentu. Hanya yang sangat menyedihkanku, aku takut hal ini menimbulkan fitnah di tengah-tengah masyarakat.”

Mendengar penuturan gurunya, Abu Hanifah berkata, “Ya Sheikh Hamad, kini aku tahu tafsir mimpi yang hendak aku tanyakan kepada guru. Seekor babi yang mendekati pohon itu ialah atheis itu, sedangkan pohonnya adalah tok guru sendiri, dan ranting pohon yang mengusir babi itu, InsyaAllah aku yang melakukannya dengan bukti. “Serahkan hal itu kepadaku, wahai guru. Kalau mereka mengalahkan aku maka wajar saja kerana aku murid guru yang terkecil. Kalau mereka berdebat dengan guru tentu mereka akan dikalahkan. 

Sheikh Hamad menyetujui usul muridnya itu. Maka berangkatlah Abu Hanifah ketempat yang dituju sebagai wakil gurunya. Setibanya di tempat yang dimaksud, orang-orang atheis telah berkumpul. Abu Hanifah lalu berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Sheikh Hamad merasa masalah ini tidak harus ditanganinya sendiri , kerana itulah dia mengutusku. Aku adalah salah seorang muridnya yang terkecil. Aku diberi amanat untuk melanjutkan perdebatan dengan kamu semua. Mudah-mudahan kamu akan mendapatkan jawapan yang jelas dan memuaskan.”

Maka perdebatan pun bermula dengan para atheis memulakan pertanyaan.

BILA ALLAH ADA?

Atheis : Pada tahun berapa Tuhanmu dilahirkan?

Abu Hanifah : Allah berfirman, “Dia (Allah) tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.

Atheis : Pada tahun berapa dia berada?

Abu Hanifah : Dia berada sebelum adanya segala sesuatu.

Atheis : Kami mohon diberi contoh yang lebih jelas dari kenyataan!

Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka empat?

Atheis : Angka tiga

Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka tiga

Atheis : Angka dua.

Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka dua?

Atheis : Angka satu.

Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka satu?

Atheis : Tidak ada angka (kosong).

Abu Hanifah : Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain mendahuluinya, kenapa kamu hairan kalau sebelum Allah yang Maha satu yang hakiki, tidak ada yang mendahului-Nya?

MAKSUD ALLAH MENGHADAPKAN WAJAH

Atheis : Ke mana Tuhanmu menghadapkan wajahnya?

Abu Hanifah : Kalau kamu membawa lampu di gelap malam, kemana lampu itu menghadapkan wajahnya?

Atheis : Ke seluruh penjuru.

Abu Hanifah : Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta’ala, nur cahaya langit dan bumi?

ZAT ALLAH

Atheis : Tunjukkan kepada kami tentang zat Tuhanmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau mengwap seperti gas?

Abu Hanifah : Pernahkah kamu mendampingi orang sakit yang akan meninggal?

Atheis : Ya pernah.

Abu Hanifah : Bermula ia berbicara dengan kamu dan menggerak-gerakkan anggota tubuhnya, lalu tiba-tiba ia diam dan tidak bergerak. Nah! Apa yang menimbulkan perubahan itu?

Atheis : Kerana rohnya telah meninggalkan tubuhnya.

Abu Hanifah : Apakah waktu keluarnya roh itu kamu masih ada di sana?

Atheis : Ya masih ada.

Abu Hanifah : Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi atau cair seperti air atau mengwap seperti gas?

Atheis : Entahlah, kami tidak tahu.

Abu Hanifah : Kalau kamu tidak mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana kamu dapat memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta’ala?!!!

DI MANA ALLAH  

Atheis : Dimana kira-kira Tuhanmu itu berada?

Abu Hanifah : Kalau kami membawa segelas susu segar kesini, apakah kamu yakin kalau dalam susu ini terdapat zat minyaknya (lemak)?

Atheis : Tentu

Abu Hanifah : Tolong perlihatkan kepadaku, dimana adanya zat minyak itu?

Atheis : Membaur (bercampur) dalam seluruh bahagiannya.

Abu Hanifah : Kalau minyak yang makhluk itu tidak mempunyai tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak kamu meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta’ala?

TAKDIR ALLAH

Atheis : Kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa Tuhanmu buat sekarang?

Abu Hanifah : Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan.

Atheis : Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya.

Abu Hanifah : Hitungan angka pun ada awalnya tapi tidak ada akhirnya.

Atheis : Bagaimana kita dapat makan dan minum di syurga tanpa buang air besar dan kecil?

Abu Hanifah : Kamu sudah mengamalkannya ketika kamu ada di dalam perut ibu kamu. Hidup dan makan minum selama Sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar di sana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar berapa saat ke dunia.

Atheis : Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dengan dinafkahkan?

Abu Hanifah : Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, bila dinafkahkan bertambah banyak seperti ilmu, semakin diberikan ilmu kita, ianya semakin berkembang dan tidak berkurang.

BUKTI ADANYA ALLAH

Atheis : Perlihatkan bukti keberadaan Tuhanmu kala memang Dia ada!

Abu Hanifah ra berbisik kepada khadamnya agar mengambil tanah liat lalu dilemparkannya tanah liat itu ke kepala pemimpin orang atheis itu. Para hadirin gelisah melihat peristiwa itu, khuatir terjadi keributan. Tetapi Abu Hanifah menjelaskan bahawa hal ini dalam rangka untuk menjelaskan jawapan yang diminta kepadanya. Hal ini membuat orang atheis itu mengerutkan dahi. 

Abu Hanifah : Apakah lemparan itu menimbulkan rasa sakit di kepala tuan?

Atheis : Ya, tentu saja.

Abu Hanifah : Dimana letaknya sakit?

Atheis : Ya, ada pada lukanya ini.

Abu Hanifah : Tunjukkanlah kepadaku kalau sakitmu itu memang ada, baru aku menunjukkan kepadamu dimana adanya Tuhanku!

Kaum atheis tidak dapat menjawab dan tentu saja tidak dapat menunjukkan rasa sakitnya kerana itu adalah sesuatu rasa dan ghaib tapi rasa sakit itu memang ada.

Atheis : Baik dan buruk sudah ditakdirkan sejak azali tetapi kenapa ada pahala dan siksa?

Abu Hanifah : Kalau tuan sudah mengerti bahawa baik dan buruk itu bahagian dari takdir, mengapa tuan kini menuntut agar aku dihukum kerana telah melempar tanah liat ke dahi tuan? Bukankah perbuatanku itu sebahagian dari takdir. 

Akhirnya perdebatan itu berakhir dengan masuk islamnya para atheis tersebut di tangan Imam Abu Hanifah Radhiallahuanhu.

No comments:

Post a Comment