Gambar sekadar hiasan...
Dua lelaki bersaudara bekerja di sebuah kilang kicap dan sama-sama belajar agama Islam untuk sama-sama mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari sebanyak mungkin.
Mereka berjalan kaki mengaji ke rumah gurunya yang jaraknya sekitar 10 kilometer dari rumah peninggalan orang tua mereka.
Suatu ketika si abang berdo’a memohon rezeki untuk membeli sebuah kereta supaya dapat dipergunakan sebagai pengangkutan dia dan adiknya bila pergi mengaji. Allah mengabulkannya, tak lama kemudian sebuah kereta dapat dia miliki disebabkan mendapat bonus dari perusahaannya bekerja.
Lalu si abang berdo’a memohon seorang isteri yang sempurna, Allah mengabulkannya, tak lama kemudian si abang bersanding dengan seorang gadis yang cantik serta baik perangainya.
Kemudian berturut-turut si abang berdo’a memohon kepada Allah akan sebuah rumah yang selesa, pekerjaan yang layak, dan lain-lain dengan tekad supaya bisa lebih ringan dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Dan Allah selalu mengabulkan semua do’anya itu.
Sementara itu si adik tidak ada perubahan sama sekali dan hidupnya tetap sederhana, tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang dulu dia tempati bersama dengan abangnya. Namun kerana abangnya seringkali sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak dapat mengikuti pengajian dan si adik seringkali harus berjalan kaki untuk mengaji ke rumah guru mereka.
Suatu saat si abang merenung dan membandingkan perjalanan hidupnya dengan perjalanan hidup adiknya, dan dia teringat adiknya selalu membaca selembar kertas apabila dia berdo’a menandakan adiknya tidak pernah hafal bacaan untuk berdo’a.
Lalu datanglah ia kepada adiknya untuk menasihati adiknya supaya selalu berdo’a kepada Allah dan berupaya untuk membersihkan hatinya, kerana dia merasa adiknya masih berhati kotor sehingga semua do’anya tiada dikabulkan oleh Allah azza wa jalla.
Si adik berasa terharu dan bersyukur sekali mempunyai abang yang begitu menyayanginya dan dia mengucapkan terima kasih kepada abangnya atas nasihat itu.
Suatu saat ketika si adik meninggal dunia, si abang terasa sedih kerana sehingga sampai akhir hayat , adiknya itu masih tidak ada perubahan pada nasibnya. Jadi dia merasa bimbang kalau adiknya itu meninggal dalam keadaan kotor hatinya sehubungan do’anya yang tidak pernah terkabul.
Si abang menguruskan rumah peninggalan orang tuanya sesuai dengan amanah adiknya untuk dijadikan sebuah masjid. Tiba-tiba matanya tertuju pada selembar kertas yang terlipat dalam sajadah yang biasa dipakai oleh adiknya yang berisi tulisan do’a, diantaranya Al-fatihah, Solawat, do’a untuk guru mereka, do’a selamat dan ada kalimah di akhir do’anya:
“Yaa, Allah. tiada sesuatupun yang luput dari pengetahuan Mu, Ampunilah aku dan abang ku, kabulkanlah segala do’a abang ku, bersihkanlah hati ku dan berikanlah kemuliaan hidup untuk abangku di dunia dan di akhirat, ”
Si abang berlinang air mata dan haru-biru memenuhi dadanya, terharu dan tidak menyangka, ternyata adiknya tak pernah satu kalipun berdo’a untuk memenuhi nafsu duniawinya.
No comments:
Post a Comment